Kamis, 29 April 2010

OPINI HUMAS ACCA

CATATAN KOMUNIKAMPUS ACCA FM
” PLUS MINUS OSPEK ”
Oleh : HERAWAN SYAMSUDDIN TONI
( Humas Radio ACCa FM Palopo )



Sebagai salah satu stasiun Radio yang menggaungkan slogan ” SEJIWA DENGAN PALOPO ”, Radio Acca FM senantiasa mengupayakan untuk mengimplementasikan slogan tersebut dengan menghadirkan program acara yang bersinergi dengan slogan tersebut. Salah satu dari sekian banyak sajian acara yang berorientasi pada slogan tersebut adalah komunikampus yang mengudara perdana kali pada tanggal 23 Februari 2009. Dengan mengusung tagline ” it`s all about campus ” acara tersebut secara khusus mengupas sejumlah dinamika seputar komunitas kampus. Sejumlah tema menarik yang pernah diulas dalam acara yang dipandu oleh Herawan dan Dika Pratama Putra ini, sengaja kami hadirkan kembali dalam bentuk tulisan bersambung ini dengan harapan semoga ada manfaat buat kita semua. Untuk edisi ini kami hadirkan judul Plus Minus Ospek.

Bagi calon mahasiswa baru, setiap kali akan memasuki dunia kampus banyak hal yang terbayang dalam benak mereka. Satu dari sekian banyak “ beban “ pikiran itu yakni terkait dengan pelaksanaan Orientasi Pengenalan Kampus atau lebih sering disebut dengan Ospek. Meski paradigma ospek dari tahun ke tahun telah mulai dibenahi dengan segala regulasi baik dari Departemen Pendidikan Nasional dan pihak kampus sendiri, namun demikian oleh sebagian calon mahasiswa baru ospek masih tetap menjadi momok yang menakutkan tersendiri sehingga tak heran jika terdapat beberapa diantara mereka yang berupaya menghindar dari kegiatan tersebut. Kondisi tersebut tentu membuat kita bertanya, mengapa hal demikian sampai terjadi, padahal sejatinya pelaksanaan ospek disambut dengan antusias. Secara umum dapat digambarkan bahwa kurangnya antusiasme calon mahasiswa menghadapi tahapan ospek karena masih banyak diantara mereka dihantui oleh bayangan perpeloncoan termasuk sejumlah kekerasan fisik yang mungkin mereka akan alami. Salah seorang pendengar Komunikampus menuturkan bahwa adapun beberapa hal yang tidak disenangi oleh sebagian calon mahasiswa baru ( Maba ) ketika akan mengikuti ospek, antara lain, Pertama aturan yang dinilai terlalu mengekang dan bersifat kaku, bahkan seringkali diikuti dengan sanksi yang kadangkala tidak sewajarnya. Misalnya, sejumlah panitia ospek mengharuskan calon mahasiswa baru untuk mengikuti rangkaian kegiatan mulai dari waktu dini hari sampai petang. Meskipun dengan alasan bahwa aturan itu dilakukan untuk menumbuhkembangkan sikap disiplin dikalangan mahasiswa, tapi ternyata penggunaan waktu yang sedemikian itu mendapat sorotan tersendiri dari mahasiswa baru. Ada yang mengatakan bahwa aturan tersebut tidak bersifat toleran karena dilaksanakan pada saat orang tengah menikmati waktu istirahat dan dari aspek kesehatan dinilai kurang baik, karena mengurangi jam tidur normal sebagaimana yang disarankan, yang harusnya 8 jam akhirnya berkurang drastis 5 atau bahkan 4 jam saja. Belum lagi MABA harus berpeluh dengan sejumlah kegiatan fisik yang cukup menguras tenaga termasuk melaksanakan sederet sanksi dari seniornya padahal kegiatan tersebut tidak jarang bersifat kontraproduktif dan sama sekali tidak ada korelasinya dengan pengenalan kampus secara utuh dan lucunya sanksi yang dikeluarkan oleh para senior pun sama sekali tidak memiliki azas manfaat sehingga memunculkan kesan para senior seakan-akan melakukan tindakan ” balas dendam ” yang berbau kekerasan secara terselubung. Kedua, penggunaan aksesories yang sama sekali tidak mengesankan dan menggambarkan ciri khas sebagai kaum intelektual, misalnya para MABA diharuskan menggunakan kaos kaki yang berbeda warna satu sama lain, menggunakan tas plastik atau karung goni, ikat rambut dan sebagainya. Menurut pendengar Komunikampus, hal ini memang dinilai sebagai upaya untuk menguji sejauhmana tingkat mentalitas dan kepercayaan diri setiap MABA, namun disisi lain hal itu justru dianggap menguras kocek dan menjadi beban tersendiri bagi MABA yang memilih tinggal nge-kost. Yang paling ironi ketika ada sejumlah senior yang memberi sanksi kepada MABA untuk menyediakan sejumlah kebutuhan mengada-ngada. Ketiga, Arogansi para senior. Bukan rahasia lagi bahwa pelaksanaan ospek di berbagai kampus seringkali menstimualsi semakin besarnya jurang pemisah atau kesenjangan antara senior dan junior, tak heran jika kita sering melihat dan mendengar berbagai tindakan kesewenang-wenangan para senior terhadap MABA. Sikap ini sepertinya sudah menjadi ” penyakit kronis ” yang ditularkan turun-temurun. Mestinya hal ini tidak perlu terjadi lagi jika pihak kampus dan pengurus BEM berkomitem tinggi dalam melaksanakan seleksi secara ketat terhadap para tentor / panitia ospek. Idealnya menurut penulis, panitia ospek dipilih dari figur mahasiswa yang memiliki prestasi akademik yang baik, bermental, berakhlak dan bermoral yang baik, berwawasan luas serta mempunyai performa yang mantap sekaligus mampu memposisikan dirinya sebagai mitra dengan MABA agar kesenjangan antara senior dan junior tidak lagi terjadi. Tidak seperti yang marak kita lihat sekarang ini, para tentor / panitia ospek justru tidak mampu memberikan keteladanan dalam berbagai aspek kepada mahasiswa baru yang mereka hadapi. Jadi jangan heran jika kita melihat para MABA yang baru duduk disemester awal sudah mulai menampakkan gelagat yang kurang baik, inilah akibatnya jika tentornya tidak berkualitas. Olehnya itu, seleksi tentor harus dilaksanakan sebelum pelaksanaan ospek berlangsung, karena bagaimana pun bahwa baik buruknya alumni ospek juga turut dipengaruhi oleh kualitas tentornya. Jangan sampai ada lagi tentor yang kullu-kullu dengan modal dengkul semata, yang hanya mau membius juniornya dengan segala retorika. Kita juga tentu tidak mau masa depan mahasiswa baru di rancang oleh mereka yang merasa senior tapi tidak memiliki kapabilitas dan kompetensi, apalagi mereka yang mengaku mahasiswa tapi bermental ” preman kampus ”. Pada dasarnya banyak hal yang tidak disenangi oleh MABA pada saat ospek, entah sadar atau tidak, namun yang jelas pihak panitia seringkali mengeyampingkan masalah-masalah tersebut, bahkan seolah membiarkannya tumbuh subur. Padahal, harapan para MABA agar pelaksanaan ospek dapat lebih meningkatkan mentalitas, akhlak dan moralnya, menumbuhkembangkan rasa solidaritas dan kesetiakawanannya, menambah wawasan dan pengatahuannya, mengukuhkan komitmen terhadap idealismenya, mendorong daya kreatif dan inovasinya dan yang terpenting adalah untuk menanamkan kecintaan mahasiswa baru terhadap almamaternya. ( hrst / 15709 )




CATATAN KOMUNIKAMPUS ACCA FM
” ORIENTASI MEMILIH KAMPUS IDAMAN”
Oleh : HERAWAN SYAMSUDDIN TONI
( Humas Radio ACCa FM Palopo )



Sebagai salah satu stasiun Radio yang menggaungkan slogan ” SEJIWA DENGAN PALOPO ”, Radio Acca FM senantiasa mengupayakan untuk mengimplementasikan slogan tersebut dengan menghadirkan program acara yang bersinergi dengan slogan tersebut. Salah satu dari sekian banyak sajian acara yang berorientasi pada slogan tersebut adalah komunikampus yang mengudara perdana kali pada tanggal 23 Februari 2009. Dengan mengusung tagline ” is all about campus ” acara tersebut secara khusus mengupas sejumlah dinamika seputar komunitas kampus. Sejumlah tema menarik yang pernah diulas dalam acara yang berdurasi 90 menit tersebut, sengaja kami hadirkan kembali dalam bentuk tulisan bersambung ini dengan harapan semoga ada manfaat buat kita semua. Untuk edisi pertama kami hadirkan judul Orientasi memilih Kampus Idaman.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa saat ini adalah moment pergantian tahun ajaran pendidikan dari semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar, menengah, sampai pada perguruan tinggi. Dan seperti biasanya bahwa pada saat-saat seperti ini banyak permasalahan yang tengah muncul kembali kepermukaan yang sebenarnya dari waktu ke waktu sudah seringkali menghinggapi pemikiran kita semua, baik itu calon mahasiswa baru termasuk orang tua mahasiswa itu sendiri, dan yang paling mencolok dari semua permasalahan yang dihadapi tersebut adalah ketika akan memutuskan untuk kuliah di kampus yang memang menjadi dambaan dan impian selama ini. Tapi sadarkah kita bahwa tidak sedikit calon mahasiswa yang pada saat pergantian tahun ajaran baru seperti sekarang ini justru masih bingung dihadapkan dalam soal menentukan dimana seharusnya ia melanjutkan jenjang pendidikan perguruan tinggi. Hal itu terjadi karena memang banyak faktor yang mempengaruhi calon mahasiswa atau pun orang tua dalam memilih kampus idaman, mulai dari pertimbangan finansial, legalitas kampus, kondisi infrastruktur dan kelengkapan sarana kampus, prospek jurusan atau fakultas yang ada dikampus bersangkutan sampai kepada apakah kampus tersebut akan menunjang style dan gengsi dari calon mahasiswa. Kebingungan ini wajar saja terjadi sebab hal itu sangat terkait dengan selera atau mungkin jadi dipengaruhi oleh faktor lainnya. Namun saya yakin bahwa kita bisa jadi sependapat bahwa agar kita tidak terlalu lama memikirkan dan mempertimbangkan pilihan tempat kuliah kita. Kata orang bijak ” tidak baik berdiri lama di simpang jalan ” . Pesan moril ini, oleh penulis ditafsirkan bahwa semestinya ketika kita harus mengambil sebuah keputusan, apalagi jika keputusan itu menyangkut masa depan, maka sudah selayaknya kita tidak boleh berfikir tiba masa tiba akal. Sebaliknya kita harus berfikir jauh hari sebelum ketika akan memutuskan sesuatu, tentunya setelah melalui berbagai pertimbangan yang matang dan masukan dari berbagai pihak. Penulis akan mencoba mengurai satu persatu dari berbagai kondisi yang selalu membuat sebagian diantara kita bingung ketika akan memutuskan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.
Pertama, masalah finansial. Banyak diantara kita yang selalu mengidentikkan bahwa dengan menempuh dan menimbah ilmu di perguruan tinggi akan banyak menguras keuangan kita, apalagi seperti sekarang ini ketika Undang-Undang BHP diberlakukan oleh pemerintah, seolah semakin menambah beban fikiran sekaligus akan membuat sebagian diantara kita apatis untuk kuliah Pendapat ini adakalanya benar namun juga tidak selamanya benar, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Agar impian kita tidak buyar untuk kuliah di kampus idaman, jangan sampai hanya gara-gara persoalan ” mahalnya ” biaya kuliah lantas kita memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah. Satu yang perlu kita pahami bahwa ilmu adalah memang sesuatu yang ” mahal ” tetapi bukan berarti karena mahalnya kita harus mundur untuk menuntut ilmu, justru dengan itu kita ditantang agar bagaimana dapat mencari celah agar persoalan biaya dapat teratasi. Banyak celah untuk menyikapi agar calon mahasiswa tidak ciut melihat kenyataan mahalnya biaya kuliah. Adapun Celah yang penulis maksudkan, misalnya berupaya mencari donasi dari beasiswa yang disalurkan oleh kampus dan juga pemerintah, apakah itu beasiswa tidak mampu, beasisiwa prestasi, atau beasisiwa apapun itu namanya. Selanjutnya adalah celah yang memungkinkan mahasiswa untuk dapat kuliah sambil kerja. Berbicara tentang opsi kedua ini, penulis teringat dengan kisah sukses Ciputra ” Raja Mall ” yang dalam biografinya terungkap bahwa pada dasarnya Ciputra termasuk seorang anak yang kurang mampu, tetapi dengan kebulatan tekad, semangat yang tinggi dan ikhtiar yang gesit beliau mampu menepis anggapan banyak pihak tentang kecilnya kemungkinan orang tak berduit untuk kuliah. Dalam biografinya disebutkan bahwa, Ciputra yang besar di Gorontalo pada saat menempuh kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) ia harus rela menyisihkan sebagian waktu belajarnya dengan membuka usaha jasa gambar teknik. Dengan keuletan dan kepandaiannya membagi waktu antara porsi belajar dan kerja tidaklah sia-saia, disamping beliau berhasil meraih prestasi akademik yang memuaskan, Ciputra juga berhasil meniti kariernya sebagai arsitek handal secara perlahan hingga sukses seperti sekarang ini. Kisah lain yang hampiri sama dengan itu, saja yakni beberapa waktu lalu seorang mahasiswa asal Manado juga mengisahkan dirinya yang dalam keadaan kurang mampu, sanggup ” bertahan hidup ” ditengah kerasnya kehidupan ibukota Jakarta padahal saat ini ia sementara menempuh kuliah di Universitas Indonesia. Dalam penuturannya bahwa untuk membantu meringankan beban biaya kuliahnya, terpaksa ia harus rela menjadi loper koran diatas rel kereta listrik pada saat ia berangkat dari tempat kostnya di Depok menuju Kampus UI di Jakarta. Atau ketika penulis mendengar kisah pilu seorang penceramah ternama di kota Palopo yang ketika kuliah Pasca sarjana di Makassar harus rela menjadi penjual nasi kuning guna menutupi sebagian beban kuliahnya. Kisah nyata ini menggambarkan secara nyata kepada kita semua bahwa kondisi finansial minim yang dimiliki oleh seseorang tidak berarti lantas mematahkan langkah dan menyurutkan semangat untuk menempuh kuliah di perguruan tinggi yang berkelas. Olehnya itu, ketika akan memilih kampus idaman, tentu sangatlah bijak jika kita mempertimbangkan kemampuan kita dari berbagai aspek, bukan hanya dari aspek keuangan saja, tetapi satu yang perlu diingat bahwa jangan sampai karena keterbatasan uang lantas membuat harapan kita bias begitu saja.
Kedua, Legalitas kampus. Masalah ini memang sangat krusial, karena seringkali menimbulkan masalah serius. Olehnya itu, sudah menjadi harga mati tersendiri bagi kita untuk jangan sekali-kali mencoba kuliah di kampus yang legalitasnya belum pasti dengan kata lain tidak jelas, apakah sudah terakreditasi atau tidak. Tentu agar cita-cita kita tidak buyar, maka pilihlah kampus yang sudah jelas legalitas hukumnya. Ketiga, Kondisi Infrastruktur dan kelengkapan sarana kampus. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak diantara calon mahasiswa memilih kampus yang memiliki infrastruktur dan sarana kelengkapan yang representatif. Alasan ini menjadi begitu penting sebab semangat belajar juga sangat ditentukan dari tersedianya sarana penunjang proses belajar mengajar di kampus, apalagi jika kita memilih jurusan praktis untuk mengasah skill yang tentunya porsi praktek harus lebih banyak dibanding teori. Jika kampus tidak memiliki sarana penunjang praktek sesuai dengan jurusan yang dipilih, bisa jadi harapan kita untuk menjadi mahasiswa yang handal dalam mengembangkan skill akan tidak tercapai secara optimal atau paling tidak potensi yang kita miliki tidak terekploitasi secara total. Untuk itu, dalam memilih kampus idaman, faktor kelengkapan sarana belajar yang representatif harusnya menjadi pertimbangan tersendiri bagi setiap calon mahasiswa, karena bagaimana pun juga bahwa kelak jika menyelesaikan jenjang pendidikan, maka mau tidak mau kita akan ditantang untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh ditengah-tengah masyarakat. Sedangkan yang keempat yaitu menyangkut prospek jurusan yang dipilih. Tidak sedikit calon mahasiswa bahkan mahasiswa yang sudah aktiv kuliah pun ketika memilih jurusan hanya atas dasar ikut-ikutan saja dengan selera temannya, asal enjoy atau terpengaruh dengan budaya latah yang senang sesaat pada jurusan yang dianggap favorit hanya karena ingin mencari prestise. Padahal idealnya ketika kita memilih jurusan sedapat mungkin disinergikan dengan cita-cita masa depan, misalnya bagi calon mahasiswa yang memang punya cita-cita menjadi seorang akuntan maka jurusan yang tepat dipilih adalah jurusan akuntansi / ekonomi bukan justru memilih jurusan yang tidak ada sama sekali korelasinya dengan cita-citanya. Yang terjadi sekarang ini banyak kasus mahasiswa yang justru tanpa tedeng alaing-aling ” menggadaikan ” masa depannya dengan memilih jurusan tanpa mempertimbangkan prospek masa depannya. Akhirnya ketika kuliah tidak tentu arah bahkan semangat belajarnya pun tidak terlalu antusias. Penulis ingin mencontohkan bahwa dulu ada seorang rekan saya yang karena tidak punya ketetapan hati memilih jurusan sejak awal kuliah akhirnya terkatung-katung, bagaimana tidak? Pada semester satu sampai dengan tiga ia memilih jurusan ekonomi, terus pada semester selanjutnya ia kemudian beralih ke jurusan pendidikan, tak lama kemudian ia bahkan pindah ke kampus lain dengan memilih jurusan politik, tak lama bertahan sampai disitu, ia kembali banting stir ke jurusan sastra inggris, ironisnya ketika saya temui beberapa waktu lalu ternyata ia pindah kampus lagi dan mengulang kembali dari semestre awal dengan mengambil jurusan bahasa arab. Kisah ini memberikan pelajaran bahwa ketetapan dan keteguhan hati dalam memilih jurusan jangan hanya dilandasi pada senang atau tidak senangnya kita pada satu jurusan tertentu, tetapi hendaknya didasarkan pada idealisme dan ke arah mana hidup kita kedepan, sehingga nantinya jalan untuk meraih masa depan tidak terlalu berlika-liku.
Kelima yang paling memiriskan adalah ketika ada segelintir calon mahasiswa yang memilih kampus hanya karena untuk ” gengsi-gensian ” tanpa memperhatikan asaz manfaatnya. Misalnya, ketika kita melihat fenomena ada calon mahasiswa asal Palopo yang enggan bahkan ” alergi ” kuliah di daerahnya sendiri hanya karena ingin menjaga gengsinya lantas memilih kuliah di kota besar agar ia mendapatkan ” pengakuan ” dari rekannya. Kuliah di kota besar atau bakan di luar negeri memang tidak ada larangan, hanya saja jika kuliah di kota besar hanya karena ingin mempertaruhkan rasa gengsi maka rasanya tidaklah bijak. Pada akhirnya, bahwa sebelum memilih kampus idaman, kita harus bersikap lebih bijak dengan tetap mempertimbangkan segala aspek dengan tidak mengurangi tujuan hakiki dalam menimbah ilmu, selain itu jangan mudah terbius oleh iklan kampus yang menawarkan sesuatu yang kejelasannya belum dapat dipastikan. Namun yang jelas, apapun pilihan kampus anda, kita harus konsisten agar langkah untuk menuju masa depan yang gemilang segera tercapai. Wallahu A`lam Bisshohab. ( hrst/609)

CATATAN KOMUNIKAMPUS ACCA FM
” KANTIN KAMPUS VS PERPUSTAKAAN ”
Oleh : HERAWAN SYAMSUDDIN TONI
( Humas Radio ACCa FM Palopo )



Sebagai salah satu stasiun Radio yang menggaungkan slogan ” SEJIWA DENGAN PALOPO ”, Radio Acca FM senantiasa mengupayakan untuk mengimplementasikan slogan tersebut dengan menghadirkan program acara yang bersinergi dengan slogan tersebut. Salah satu dari sekian banyak sajian acara yang berorientasi pada slogan tersebut adalah komunikampus yang mengudara perdana kali pada tanggal 23 Februari 2009. Dengan mengusung tagline ” is all about campus ” acara tersebut secara khusus mengupas sejumlah dinamika seputar komunitas kampus. Sejumlah tema menarik yang pernah diulas dalam acara yang berdurasi 90 menit tersebut, sengaja kami hadirkan kembali dalam bentuk tulisan bersambung ini dengan harapan semoga ada manfaat buat kita semua. Untuk edisi ini kami hadirkan judulKantin kampus Versus Perpustakaan.

Dalam benak banyak pihak, linkungan kampus senantiasa diidentikan dengan nuansa ilmiah atau nuansa pendidikan yang sangat kental, seperti kegiatan diskusi, dialog, bedah buku, debat, seminar, simposium, penelitian dan lain sebagainya. Memang mungkin tidak tiap hari kita akan mendapatkan suguhan suasana seperti itu dalam skala yang besar di kampus tetapi setidaknya bahwa kegiatan itu dapat berlangsung secara kecil-kecilan, mungkin dalam ruang kuliah, ditaman kampus, di koridor atau dimana pun yang dianggap layak secara berkelompok atau antar person Tetapi ketika membayangkan hal itu dalam benak kita lalu dihadapkan pada kenyataan yang berkembang saat ini khususnya di Kota Palopo jujur saja masihlah jauh dari bayangan sebagaimana telah diungkap diatas.Kenapa hal tersebut terjadi. Dalam dialog Komunikampus sedikit terkuak bahwa hal ini disebabkan adanya pergeseran budaya atau kebiasaan mahasiswa dari yang tadinya cenderung tertarik pada kegiatan yang bersifat ilmiah, beralih kepada hal yang berbuansa hura-hura, lepas, bebas dan jauh dari kesan yang bernuansa ilmiah. Potret sederhana dari separuh kenyataan pergeseran kebiasaan mahasiswa yang dimaksudkan itu dapat kita lihat dengan membandingkan minat mahasiswa yang sering datang ke perpustakaan dan yang selalu datang ke kantin kampus. Dari survei langsung di lapangan menunjukkan bahwa animo sebagian mahasiswa untuk bertandang ke kantin kampus jauh lebih besar jika dibandingkan dengan mereka yang datang ke perpustakaan. Melihat kondisi yang sangat kontras itu, tentu kita dihadapkan pada pertanyaan kenapa hal itu terjadi ? Padahal kalau dipandang dari segi azas manfaat, fungsi dan kedudukan perpustakaan sangat berarti bagi mahasiswa dan memiliki andil besar terhadap perkembangan masa depan jika dibanding dengan kantin ( tidak bermaksud mendiskreditkan posisi kantin yang juga punya manfaat tersendiri bagi mahasiswa ). Keberadaan perpustakaan kampus tidak hanya sebatas tempat sebagai penyimpanan buku paket perkuliahan, tetapi menyajikan alternatif sumber ilmu yang dibutuhkan dan selama ini sulit diakses mahasiswa. Namun ironisnya perpustakaan di kampus kerap tidak menjadi perhatian. Menurut sejumlah mahasiswa yang berinteraksi pada Komunikampus ACCa FM, bahwa kadang kala kualitas perpustakaan kampus, baik dari segi pelayanan dan koleksi bacaan yang ada menjadi pertimbangan tersendiri bagi mahasiswa untuk datang ke perpustakaan, artinya bahwa selama ini suasana perpustakaan masih terkesan kaku, pelayanan yang kurang maksimal, belum lagi koleksi bacaan yang kesannya terbatas, padahal dalam pemikiran mahasiswa mestinya perpustakaan harus dilengkapi berbagai referensi bacaan, baik itu berupa bahan untuk menunjang perkuliahan maupun dalam bentuk majalah dan semacamnya. Padahal menurut Ketua Departemen Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI) Fuad Gani, idealnya sebuah perpustakaan kampus berisi buku pendamping. Koleksi buku juga harus lebih spesifik, yakni yang dibutuhkan mahasiswa untuk menunjang kegiatan perkuliahan tetapi sulit diakses, baik karena harga mahal atau jumlah buku yang terbatas. Olehnya itu pihak kampus mestinya tidak perlu ragu untuk menarik minat mahasiswa datang ke perpustakaan dengan menyediakan sejumlah buku fiksi, komik, majalah dan bacaan yang bermuatan nilai positif. Di Amerika misalnya, variasi sumber buku di perpustakaan Sekolah Dasar saja rasionya sudah satu anak berbanding 40 judul buku, apalagi jika di perguruan tinggi, rasionya tentu akan lebih banyak lagi. Kalau di Indonesia, terkhusus di Palopo bisa jadi jauh untuk mencapai angka itu. Jika dapat mencapai rasio satu berbanding lima saja sudah baik. Inilah faktor pertama. Faktor kedua yang seringkali membuat mahasiswa enngan untuk datang ke perpustakaan yaitu menyangkut masalah pelayanan dan penunjang pelayanan yang ada di perpustakaan. Pola pelayanan yang diterapkan selama ini di sejumlah perpustakaan masih ada yang menggunakan sistem manual, padahal mestinya seiring dengan kemajuan teknologi, pelayanan perpustakaan harus memnafaatkan teknologi yang ada sehingga mahasiswa pun dapat lebih menggunakan waktu secara efektif dan efesien pada saat berkunjung ke perpustakaan. Disamping itu, keramahan dari petugas perpustakaan juga seringkali membuat pengunjung tidak mendapat kesan yang semestinya. Bahkan sering didapatkan petugas perpustakaan yang terkesan cuek, melayani tanpa menerapkan standarisasi yang baik alias Asal Bapak Senang ( ABS ). Pelayanan yang juga sangat dibutuhkan mahasiswa di perpustakaan yaitu tersedianya jasa hotspot internet secara gratis atau paling tidak kalau tidak sanggup gratis yaitu dengan layanan internet yang sesuai dengan kocek mahasiswa. Ini perlu, mengingat diperpustakaan mahasiswa dapat mencari info yang lebih luas disampingyang bersumber dari buku yang telah terpajang rapi. Selanjutnya tak ada salahnya jika sesekali perpustakaan memutar instrumen musik yang sifatnya dapat menghibur para pengunjung saat membaca atau melaksanakan tugas lainnya di perpustakaan.
Hal tersebut tentunya sedikit berbanding terbalik dengan keberadaan sejumlah kantin kampus. Coba kita lihat, rata-rata kantin kampus menyediakan menu makanan dan minuman yang lengkap sekaligus mampu menggugah selera para mahasiswa, tentunya dengan harga yang sedikit miring dan menyesuiakan dengan segmen serta kemampuan daya beli mahasiswa. Di kantin, meski ada aturan yang diberlakukan tetapi tidak membuat kaku para pengunjungnya dalam mengekpresikan diri, mulai dari bercanda, tertawa, atau membahas suatu tema-tema yang tengah hangat menjadi pembicaraan. Berbicara tentang jam “ operasional “ kantin pun jauh lebih lama jika dibandingkan dengan perpustakaan yang biasanya tutup bersamaan dengan berakhirnya jam perkuliahan. Pembatasan waktu ini seringkali membuat mahasiswa belum mendapatkan apa yang ia cari di perpustakaan terlebih lagi jika perpustakaan tersebut masih menerapkan pola manual. Nah jika, kita melihat sisi pelayanan, bisa jadi kantin memang lebih unggul dibanding pola pelayanan yang diterapkan diperpustakaan. Jadi sudah tidak heran lagi ketika jika kita melihat ada pengelolah kantin kampus yang bahkan hampir menghafal satu persatu pengunjung setianya, pengelolah kampus bahkan sudah mengetahui secara persis menu favori pengunjungnya, kesimpulannya bahwa pelayanan yang diterapkan di kantin sangat ramah, terbuka, dan identik dengan pendekatn humanis sehingga tak heran pengunjung memang selalu ramai, meski diantara para pengunjungnya dalam hal ini mahasiswa terkadang harus nge-bon ( beutang ) sementara waktu atas menu yang mereka nikmati. Bukan itu saja, sejumlah kantin kampus pun sudah mulai “ berani “ menawarkan jasa hotspot internet gratis kepada pelanggannya hanya untuk sekedar membuat kantin mereka menjadi incaran mahasiswa. Apalagi soal musik, jangan ditanya pihak pengelolah kantin bahkan juga menyedia perangkat televisi bagi pelanggannya hanya untuk memudahkan akses dalam mendapat sejumlah informasi hangat termasuk yang sifatnya hiburan atau perpaduan diantara keduanya ( edutainment )
Agar perpustakaan dapat menjadi salah satu tempat dan tujuan favorit bagi siapa pun maka dibutuhkan suatu manajemen layanan yang baik. Secara umum sistem layanan perpustakaan ada dua macam yaitu layanan yang bersifat tertutup dan layanan perpustakaan yang bersifat terbuka. Pemilihan sistem layanan terbuka atau sistem layanan tertutup tergantung dari beberapa faktor antara lain pertimbagan tingkat keselamatan koleksi perpustakaan, pertimbangan jenis koleksi dan sifat rentan dari koleksi, perbandingan antara jumlah staf, jumlah pemakai dan jumlah koleksi, luas gedung perpustakaan, ratio antara jam layanan dengan jumlah staf perpustakaan, dan manajemen sumber daya pustakawan. Agar dapat memberikan layanan yang baik sesuai dengan fungsinya, perpustakaan memerlukan tenaga yang memadai baik dari jumlah dan kualitas yang harus dimilikinya. Jumlah dan kualitas dari tenaga pustakawan sangat tergantung dari jenis perpustakaan serta cakupan tugas yang harus dilaksanakannya. Pustakawan sebagai roda penggerak dituntut berdedikasi tinggi serta penuh pengabdian dalam bertugas untuk meningkatkan peran serta perpustakaan. Selanjutnya dengan kemajuan teknologi, pustakawan harus meningkatkan kualitas serta kepekaannya terhadap kemajuan – kemajuan yang ada hubungannya dengan perkembangan serta peningkatan pelayanan perpustakaan, dan yang tak kalah pentingnya adalah alokasi anggaran yang memadai karena bagaimana pun juga bahwa anggaran merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu perpustakaan, sebagaiamana halnya dengan para pengelolah kantin yang telah relah menggerakan modal dan kemampuan yang meraka miliki. Selain itu ada beberapa fungsi perpustakaan yang perlu dioptimalkan yaitu POSDCORB akronim dari Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating dan Budgeting. Dengan penjelasan sebagai berikut Perencanaan ( Planning ), yakni penetapan tujuan, penentuan strategi, kebijaksanaan, prosedur dan dana yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan perpustakaan. Pengorganisasian ( Organizing ) dengan melakukan penentuan struktur formal dengan mengelompokkan aktifitas-aktifitas kedalam bagian - bagian, koordinasi dan pendelegasian wewenang kepada individu yang berada di perpustakaan untuk melaksanakan tugasnya. Selanjutnya Penyusunan personalia ( Staffing ) yaitu penerapan pola penempatan staf pada berbagai posisi sesuai dengan kemampuannya. Fungsi ini mencakup kegiatan penilaian karyawan untuk promosi, transfer atau bahkan demosi dan pemecatan serta latihan dan pengembangan karyawan. Yang terkait pula denga hal itu adalah tahapan Pengarahan ( Directing ) yakni satu langkah sesudah rencana dibuat, organisasi dibentuk dan disusun personalianya, langkah selanjutnya menugaskan staf untuk bergerak menuju tujuan yang telah ditentukan. .Kemudian Koordinasi ( Coordinating ), pengkoordinasian berbagai kegiatan pada pekerjaan –pekerjaan serta didukung dengan Pelaporan ( Reporting ) yang akurat dimana kepala perpustakaan harus selalu mengetahui apa yang sedang dilakukan, karena itu laporan diperlukan. Dan yang terakhir, Penganggaran ( Budgeting ) dalam bentuk rencana anggaran dan pengawasan anggaran.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan apabila pihak kampus dan mahasiswa menyadari arti pentingnya perpustakaan untuk mendukukug program pendidikan bagi masa depan setiap mahaiswa maka sudah tentu perhatian kepada perkembangan perpustakaan hendaknya senantiasa diprioritaskan, baik dari segi alokasi dana, tenaga maupun ruangan perpustakaan. Karena bagaimana pun juga bahwa di dunia pendidikan perpustakaan memiliki nilai strategis tersendiri, terlebih di lingkungan perguruan tinggi. Nilai strategis itu terletak pada kemampuan pemenuhan sumber pengetahuan menambah wawasan bagi para civitas akademi maupun masyarakat sekitar. Jika kita umpamakan ilmu sebagai darah yang mengalir dalam tubuh kita dan tubuh kita di analogikan sebagai system perguruan tinggi maka perpustakaan bagi perguruan tinggi tersebut adalah jantung yang mengalirkan ilmu pengetahuan kepada anak didik melalui dosen sebagai pembuluh darahnya. Maka kesehatan jantung di tengah metabolisme pendidikan tidak bisa diremehkan, pemenuhan buku-buku bermutu dan penunjang harus juga diprioritaskan dan sudah seharusnya perpustakaan menjadi pusat bagi kegiatan mahasiswa dan dosen dalam proses belajar mengajar. Kelas cukup dijadikan tempat bertatap muka antara mahasiswa dan dosen dalam “ teaching process,” kemudian dilanjutkan “ learning process” di perpustakaan. Pada akhirnya kita tetap menyadari sepenuhnya masih banyak masalah – masalah yang dihadapi setiap perpustakaan kampus saat ini, untuk memecahkan masalah tersebut diperlukan kerjasama yang baik dari berbagai pihak sehingga kedepan keberadaan perpustakaan tidak lagi kalah populer dari keberadaan kantin kampus. ( hrst/ 7709 )







CATATAN KOMUNIKAMPUS ACCA FM
” MENATA KOST BERMASALAH ”
Oleh : HERAWAN SYAMSUDDIN TONI
( Humas Radio ACCa FM Palopo )


Sebagai salah satu stasiun Radio yang menggaungkan slogan ” SEJIWA DENGAN PALOPO ”, Radio Acca FM senantiasa mengupayakan untuk mengimplementasikan slogan tersebut dengan menghadirkan program acara yang bersinergi dengan slogan tersebut. Salah satu dari sekian banyak sajian acara yang berorientasi pada slogan tersebut adalah komunikampus yang mengudara perdana kali pada tanggal 23 Februari 2009. Dengan mengusung tagline ” is all about campus ” acara tersebut secara khusus mengupas sejumlah dinamika seputar komunitas kampus. Sejumlah tema menarik yang pernah diulas dalam acara yang berdurasi 90 menit tersebut, sengaja kami hadirkan kembali dalam bentuk tulisan bersambung ini dengan harapan semoga ada manfaat buat kita semua. Untuk edisi ini kami hadirkan judul Anak kampus di Kost.

Tulisan ini bukan bermaksud untuk menyudutkan komunitas anak kampus yang nge-kost, namun sekedar untuk melihat separuh dari sisi lain dinamika yang selama ini terjadi di kost. Kota Palopo yang dengan segala perkembangan pendidikan terbilang cukup pesat tidak hanya menjadi incaran bagi warga Palopo untuk menempuh pendidikan, namun sejak lama kota ini juga sudah menjadi sebuah tumpuan tersendiri bagi sebagian besar generasi Tana Luwu bahkan dari daerah lainnya dalam meniti masa depan yang gemilang. Tingginya animo masyarakat dalam menggantungkan asa dan citanya di Kota Palopo, khususnya dari kalangan mahasiswa telah membawa dampak posistif pada berbagai aspek kehidupan sosial, mulai dari terciptanya semangat pluralisme yang harmonis, perputaran ekonomi yang menggeliat, sampai kepada meningkatnya pembangunan infrastruktur. Salah satu pembangunan infrastruktur yang sekarang ini marak di Kota Palopo sekaitan dengan semakin berkembangnya dunia pendidikan Palopo adalah berdirinya rumah sewa atau kost. Mulai dari kost kelas teri sampai kepada kelas opo` ( baca : mewah ).
Kost bagi mahasiswa yang merantau dan mencari ilmu di Kota Idaman ini sudah menjadi rumah istimewa tersendiri bagi mereka. ” Keistimewaan ” kost bagi anak kampus dalam perbincangan talk show Komunikampus yang disiarkan oleh Radio ACCa FM pada 2 Maret 2009 dengan menghadirkan pengurus BEM STIKES Luwu Raya telah terungkap bahwa kehidupan di kost penuh dinamika yang menyenangkan namun tidak dipungkiri bahwa ada juga kost yang telah memunculkan kesan yang kurang baik. Pada tulisan ini, sengaja kami sedikit menyoroti keberadaan kost yang sedikit ” bermasalah ” dengan harapan bahwa ulasan atau pun solusi terhadap kost bermasalah sebagaimana yang pernah dibahas pada talkshow yang saya maksudkan tadi dapat lebih terpublikasikan. Saat ini ditengah banyaknya masalah yang muncul di kost seolah-olah telah membuat image rumah kost sedikit miring, sehingga seringkali berdampak tersendiri pada penilaian masyarakat terhadap penghuni kost bukan hanya di Palopo tetapi juga di daerah lain yang merupakan sentra pendidikan. Masalah yang pernah terjadi di salah satu kost mahasiswa misalnya praktek prostitusi terselubung, perjudian dan pencurian. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan bagi kita semua, karena bagaimana pun juga bahwa apabila citra rumah kost di Palopo sudah mulai miring tentu akan berdampak pula pada kewibawaan Kota Palopo sebagai kota pendidikan yang bernuansa religi yang ujung-ujungnya dapat mempengaruhi animo masyarakat menempuh pendidikan di Palopo. Olehnya itu sudah menjadi tanggung jawab kita bersama memikirkan langkah-langkah kongkret untuk memproteksi keberadaan rumah kost mahasiswa yang selama ini disinyalir sebagai kost bermasalah agar tidak lagi dijadikan sasaran patologi sosial oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Kita patut bersyukur bahwa selama ini Pemerintah Kota Palopo melalui unit kerja terkait telah melakukan upaya penangangan terhadap rumah kost dan penghuni kost yang bermasalah, namun bukan berarti bahwa langkah itu sudah cukup atau bahkan selesai, karena bagaimana pun juga masih terdapat sejumlah rumah kost yang dihuni mahasiwa yang belum tersentuh secara optimal, apalagi saat ini semakin banyak berdiri rumah kost yang tentunya butuh solusi tepat dengan tidak terlalu mengusik privasi para penghuninya..
Memang dibutuhkan kearifan dan komitmen dari semua pihak, mulai dari pemerintah, tokoh masyarakat, pemilik kost, pihak keamanan, dan penghuni kost itu sendiri agar penangangan rumah kost dapat lebih terarah dan terkoordinir secara berkelanjutan sehingga pencitraan rumah kost tidak lagi terusik oleh ulah segelintir oknum saja. Hal ini perlu dilakukan secara serius mengingat ancaman pola hidup bebas di kalangan mahsiswa secara umum dan di pondokan atau kos-kosan, khususnya di daerah Kota seperti Palopo semakin serius dengan makin longgarnya kontrol yang mereka terima. Apalagi tingkat pengawasan dari pemilik kos maupun pihak orang tua semakin bertambah longgar sehingga makin banyak mahasiswa yang terjebak ke dalam pola hidup bebas karena berbagai pengaruh yang mereka terima, baik dari teman, internet, dan pengaruh lingkungan secara umum. Sekuat-kuatnya mental seorang mahasiswa yang tinggal di kost untuk tak tergoda pada pola hidup bebas, kalau terus-menerus mengalami godaan dan dalam kondisi sangat bebas dari kontrol serta tidak disertai dengan benteng moral maka bisa saja suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam itu akan terasa lebih berat lagi bagi mahasiswa yang memang benteng mental dan keagamaannya tak begitu kuat. Masalah ini akan lebih efektif bila diatasi dengan kesadaran dari para pemilik kos sendiri untuk melakukan pengawasan intensif kepada anak-anak kosnya secara proporsional. Yang paling efektif tentu saja kalau ada kesadaran dari orangtua masing-masing mahasiswa untuk memilihkan tempat kos yang layak dan aman, serta membekali putra-putri mereka dengan benteng ajaran agama yang kokoh. Mahasiswa penghuni kost pun juga harus menyadari sepenuhnya hakekat mereka datang ke kota ini, agar mereka tidak terjerumus pada permasalahan yang dapat membuat masa depan mereka suram. Selain itu, regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Palopo harus benar-benar diimplementasikan oleh pemilik kost dengan segala konsekuensi apabila tidak menerapkan aturan yang ada. Namun demikian bahwa untuk memproteksi rumah kost mahsasiswa dari segala pengaruh negativ bukan saja menjadi tanggung jawab pemilik, penghuni kost dan pemerintah saja, akan tetapi sudah menjadi kewajiban kita bersama. Kita tidak boleh bersikap toleran terhadap kost yang secara nyata telah terbukti bermasalah, agar citra kota bernuansa religi tidak tercoreng oleh ulah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar